Sahabatku

Rabu, 11 Januari 2012

Cacing Trematoda (CAcing Daun/Cacing Pipih)

1.    Pendahuluan

Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang,  bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
 Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklis hidup ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea)
Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, karena pada hewan sub klas ini dapat dijumpai.
Dalam makalah ini kami membahas khusus Dicrocoelium dendriticum yang merupakan spesies dari genus Dicrocoelium dari sub klas Digenea,Semua cacing daun yang termasuk golongan sub klas Digenea ini berparasit pada siklus hidupnya. Sebagai induk semang perantara adalah mollusca tetapi kadang juga pelkecypoda. 
Banyak dari apa yang sekarang diketahui tentang D. dendriticum adalah hasil kerja para naturalis seperti Wendell Krull. Sementara itu D. Dendriticum juga ditemukan oleh Rudolphi pada 1819 dan . Hospes definitif ditemukan oleh Loos tahun 1899, seluruh siklus hidup tidak diketahui,sampai CR peta Krull  menerbitkan karyanya dari tahun1951-1953 secara mendetil tentang pengamatan dan percobaan D. denriticum. Untuk lebih jelasnya kami membahas secara Deskrptif dalam makalah ini.









2.     Etiologi
Penyakit dicrocoeliasis disebabkan oleh cacing hati dicrocoelium dendriticum yang biasanya terdapat di dalam pembuluh empedu domba, rusa, babi, anjing, mamalia lain, dan kadang – kadang pada manusia di Eropa,Asia, dan Amerika Utara (Anonimus, 2009).

2.1. morfologi
•    Tubuh memanjang,  dengan panjang 6-10 × 1,5-2,5 mm. Bagian anterior sempit di bagian lengan melebar
•    Diposterior alat kelamindipenuhi uterus yang bercabang-cabang
•    Telur coklat 36-45×20-32 mikron, beropeculum
•    Terdapat didalam duktus biliverus domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada manusia

2.2. Siklus Hidup
 

Keterangan Gambar :
•    Host intermediet 1 : siput
•    Host intermediet 2 : semut
Telur dimakan H.I → menetas→ mirasidium→ migrasi ke glandula mesenterika→ sporosiste→ sporosiste anak → serkaria→ bergerombol, satu sama lain dilekat kan oleh subtansi gelatinous yang disebut “SLIME BALLS”→ mengandung 200-400 serkaria→ dikeluarkan dari siput→ melekat di tumbuh-tumbuhan.
Slime balls dimakan semut. Metaserkaria di cavum abdominalis semut ± 128 per semut. Dapat juga memasuki otak semut. Induk semang definitif terinfeksi karena makan semut→ duktus biliverus→ hati
Cacing yang kecil masuk kecabang duktus biliverus→menempel dengan perubahan patologi tidak begitu tampak untuk memproduksi telur yang di butuhkan sekitar 11 minggu setelah hewan memakan metaserkaria (dibanding Fasciola hepatica) kecuali ada infeksi berat. Pada infeksi lanjut→ Cirrhosis hepatica dan terbentuk pada permukaan hati, duktus biliverus melebar terisi cacing. 

2.3. Distribusi
 Terdapat di dalam pembuluh empedu domba, rusa, babi, anjing, mamalia lain, dan kadang – kadang pada manusia di Eropa,Asia,New york dan Amerika Utara (Anonimus, 2009).

2.4. Predileksi
Predileksi didalam duktus biliverus domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada manusia.

2.5. Host
•    Host intermediet  1 : siput →Cionella lubrica
•    Host intermediet  2 : Semut→ famili formica
•    Host definitif pada domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada manusia yang termakan host intermediet 2
2.6.Gejala Klinis
•    Oedema dan kurus tetapi pada beberapa kejadian tidak ada gejala klinis
•    Serosis pada permukaan liver dan duktus empedu
•    Adanya anemia
•    Terjadinya proliferasi glandula epitel pada duktus biliverus

2.7. Patogenesa
Cacing kecil mengadakan penetrasi dalam duktus biliverus infeksi yang tinggi pernah terjadi pada domba kira-kira 2000 D.denriticum. Di Spanyol 34℅ sapi, Domba 23℅, 45℅ pada kambing, Switzerland 40℅.

2.8. Diagnosa
•    Gejala klinis
•    Sejarah pastur
•    Ditemukan D.denriticum imatur dalam feses cair
•    Post mortem yaitu serosis merupakan sejumlah besar cacing ditemukan pada duktus biliverus

Diagnosis untuk infeksi dicrocoeliasis melibatkan identifikasi D. dendriticum telur dalam kotoran manusia atau hewan. Namun, pada manusia, telur dalam tinja mungkin hasil dari hewan yang terinfeksi menelan mentah hati dan mungkin tidak pada kenyataannya menunjukkan dicrocoeliasis. Oleh karena itu, memeriksa cairan empedu atau duodenum untuk telur adalah teknik diagnostik yang lebih akurat.
Pada hewan, diagnosa melibatkan  bedah bangkai dari hati. Baru-baru ini, sebuah ELISA menggunakan antigen D. dendriticum mampu mengidentifikasi kasus dicrocoeliasis domba di Italia..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar